WWnews, Karawang- Dihentikannya kasus dugaan transaksional yang diduga adanya fee dari proyek program aspirasi anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Karawang pada Tahun Anggaran 2020 dan 2021 yang sudah sampai tahap penyelidikan oleh Kejari (Kejaksaan Negeri) rupanya masih mendapat respon publik.
Koordinator Tim 9, Agung Lesmana yang pada saat berjalannya proses penyelidikan cukup intensif ikut mengawal, kembali beraksi. Dikatakan olehnya, apa yang mejadi alasan pihak Kejari Karawang dianggap kurang relevan. Dimana dalam konteks masalahnya diduga adanya transaksional berupa dugaan jual beli proyek yang dibiayai oleh uang Negara. Artinya patut diduga terjadi suatu dugaan tindak pidan suap menyuap antara aspirator dengan kontraktor?
Tetapi kesimpulan akhir dari penyeledikannya, kok malah ditemukannya dugaan kerugian Negara pada proyek kontruksi? Sehingga disarankan untuk mengembalikan kerugian uang Negara sebesar Rp 425 juta, dari hasil uji petik ke lapangan dengan sample 33 titik proyek?
“Ya walaupun dampak dari dugaan perbuatan suap menyuap itu dapat berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan, tapi kan substansi pokoknya bukan itu dulu. Melainkan kejar terlebih dahulu dugaan suapnya. Sedangkan petunjuk awalnya sudah jelas, ada beberapa orang anggota DPRD Karawang yang mengakui secara terang – terangan dimedia massa telah melakukan transaksional dengan kontraktor,” ujarnya, Rabu (26/4).
Namun begitu, Agung tidak terlalu mau jauh mempersoalkan hal tersebut. Pihaknya lebih fokus pada persoalan baru. Dirinya menduga perihal titip menitip kontraktor, meski proses penyelidikan sedang berjalan pada Tahun 2022 lalu, diduga anggota DPRD masih leluasa menitipkan kontraktor pilihannya dibeberapa Dinas Teknis
“Kecuali (DPUPR) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ya! Berdasarkan pantauan kami, PUPR enggan menerima titipan kontraktor yang ditunjuk oleh anggota DPRD, dan memang aturan hukum mengatur seperti demikian. Untuk masalah teknis, itu sepenuhnya menjadi otoritas pihak eksekutif, dalam hal ini masing – masing Dinas Teknis. Karena kewajiban aspirator hanya sekedar menyerap, menampung, dan mengusulkan saja, tidak ikut campur menentukan kontraktor sebagai penyedia jasa,” tegasnya.
Masih kata Agung, “Kecurigaan kami, selain Dinas PUPR, OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lainnya yang mengakomodir usulan aspirasi anggota DPRD, diduga tetap mengakomodir titipan kontraktor? Sampai saat ini masih terus kami lakukan investigasi untuk melengkapi informasi yang sudah diterima,”
“Selain sempat adanya Surat Permohonan Supervisi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Juli 2022 lalu. Kedepan kami akan membuat Lapdu (Laporan Aduan) khusus soal Pokir Tahun Anggaran 2022 dibeberapa Dinas yang ada di Karawang,” ungkapnya
Diakhir pernyataannya, Agung menegaskan, “Dan perlu diingat, tidak semua perkara yang ditangani oleh KPK harus dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan). Banyak kasus korupsi yang selesai sampai tahap 2 persidangan yang melalui proses penyelidikan dan penyidikan. Karena meski terhitung lama prosesnya, tapi selalu membuahkan hasil”. Red